Senin, 26 Oktober 2009

"Harus Ada Revolusi Total Pembinaan Watak Bangsa"

Didi Petet, "Harus Ada Revolusi Total Pembinaan Watak Bangsa"

Didi Petet. Nama yang satu ini tentu sudah tak asing lagi di telinga para "penikmat" perfilman Indonesia.
Pemain watak serba bisa yang memiliki nama asli Didi Widiatmoko ini tercatat pernah membintangi beberapa film, diantaranya; Tentang Dia (2005), Pasir Berbisik ( VCD ) 2002 Kabayan 13 : Namaku Wayan (2001) , Si Kabayan : Mutiara Cinta (2001), Petualangan Sherina (2000), Om Pasikom (1992), Catatan Si Boy (1990), Si Kabayan Saba Kota (1989), Namaku Joe (1988).

Selain menggeluti dunia entertainment, ayah dengan 5 orang anak yang pernah meraih penghargaan piala Citra pada 1988 ini tercatat pula sebagai Dekan Fakultas Seni pertunjukan Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Bahkan pemeran tokoh Kabayan itu kini mendapat tugas baru, sebagai dosen di Jurusan Fotografi dan Film Fakultas Ilmu Seni dan Sastra (FSS), Universitas Pasundan Bandung.
Berkenaan dengan peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-60, reporter CyberMQ, Fiqi Fauzi, berhasil mewawancarai Didi Petet, di sela-sela kesibukannya membuat sebuah film layar lebar yang akan segera tayang di Indonesia. Berikut petikan wawancara kami :

Apa Makna kemerdekaan bagi Mas Didi ?

Kemerdekaan bagi saya adalah semacam sebuah kebutuhan manusia maupun bangsa. Oleh karena itu, kemerdekaan itu sangat penting bagi kehidupan manusia itu sendiri.

Apakah dengan 60 tahun merdeka, Mas Didi menilai masih ada masyarakat yang merasa belum merdeka ?

Ya. Namun, menurut saya persoalan intinya bukan itu. Seperti juga beragama, kenapa orang non Islam kaya raya, sedangkan Islam malah tidak. Kalau itu sebagai contoh. Merdeka ya merdeka, hak semua orang hak berbangsa. Cuma bedanya mungkin dalam pendidikan. Kita melihat masih banyak orang yang tidak berpendidikan merasa sebagai orang yang kurang merdeka. Itu mungkin hanya perasaan saja. Tapi sebagai bangsa seharusnya mereka berhak mendapatkan pendidikan.

Mas Didi punya saran kepada pemerintah terkait pemerataan ekonomi masyarakat ?

Saran sudah banyak, percuma ngasih saran, toh tidak dianggap, karena urusan mereka pun juga banyak, dan menumpuk. Yang penting apa yang bisa kita lakukan, ya kita kerjakan di lingkungan kita sendiri atau tempat kita bekerja. Saya rasa itu yang sekarang ini harus kita kerjakan. Bukan kita menuntut pemerintah lagi ... pemerintah lagi, pusing juga nanti pemerintah. Mungkin kalau kita di sana (pemerintah -red) juga kita pasti akan pusing seperti itu. Tapi kalau masyarakatnya sendiri tidak hidup ya bagaimana ....?
Sedikit menyinggung masalah veteran perang, mengapa pahlawan veteran kita kurang diperhatikan ?

Saya pikir itu kembali ke masalah bagaimana mengorganisasi. Sistem organisasi kita masih sangat rendah. Jangan jauh-jauh lah, mengurus orang berangkat haji saja pemerintah pusing. Jadi, memang kemampuan mengorganisasi kita masih sangat rendah. Kita tidak pernah punya kemampuan disana. Harus kita akui itu. Sebenarnya mereka-mereka itu (veteran - red) tinggal di daftarkan, kemudian di berikan penghargaan serta dipenuhi hak-hak mereka, sebetulnya itu saja. Namun karena pengorganisasian kita yang carut marut, maka akhirnya tidak bisa mengelola.

Mengapa SDM kita kalah dengan negara yang baru sejahtera ?

Masyarakat di negeri ini gampang sekali di adu domba. Menurut sejarahnya sudah begitu. Di omongin sedikit sudah marah, mudah diadu domba. Itu sudah sejarah dan watak bangsa kita. Cara merubahnya tentu harus ada revolusi total mengenai pembinaan watak bangsa ini. Kalau tidak ? Ya akan seperti ini terus, tidak pernah satu tujuan, tidak pernah satu pikiran, tidak pernah bisa mendukung satu sama lain. Ini yang berbahaya di negeri ini. Kalau ada orang yang sukses, bisanya cuman iri. Sejarahnya kan begitu.
Coba kita lihat sejarah, isinya cuma itu-itu saja, yang satu jadi raja, yang lain ingin menumbangkannya. Hanya seperti itu saja, tidak pernah selesai. Nah.. pembinaan ini harus diselesaikan, apalagi sekarang lebih tidak karuan lagi.

Pembinaan generasi muda kita ?

Sekarang ini apapun yang terjadi, kita sudah menjadi satu bagian dari informasi global, yang mau tidak mau, suka tidak suka harus kita terima. Sementara kita sendiri tidak sadar, informasi global ini membentuk sifat dan tabiat orang menjadi beda. Nah.... ini yang harus disosialisasikan. Saya pikir generasi tuanya harus sadar betul, bahwa kita ini sudah tanpa batas. Sekarang ini negara sudah tidak ada batas, siapa saja sudah bisa melihat yang lain dan yang lain sudah bisa melihat yang lain. Sementara kita sendiri tidak pernah sadar. Kita masih sibuk oleh kebutuhan pribadi yang seharusnya masuk kebutuhan sekunder, malah menjadi kebutuhan primer.
Saya pikir kesalahannya tetap terletak pada orang tuanya, bukan pada generasi mudanya. Intinya terletak pada pembinaan orang tuanya, kita tidak sadar kesana. Orang tuanya yang salah, wong generasi mudanya hidup sekarang kok... kita tidak pernah siap dan tidak pernah mengetahui menjadi seperti ini. (red/fzyqn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar