Selasa, 05 Januari 2010

UNTUK DIPERHATIKAN

Afiliasi dan Asosiasi
Kata afiliasi sering digunakan, seperti pada SMU Afiliasi atau perguruan tinggi afiliasi. Afiliasi adalah 'gabungan sebagai anggota atau cabang'.
Setiap anggota atau cabang itu mempunyai hubungan berjenjang naik dengan pusat yang digabunginya.
Misalnya, sebuah universitas yang belum lama didirikan dan masih belum maju serta belum berprestasi tinggi di bidang akademis berafiliasi dengan universitas yang maju, modern, dan berprestasi tinggi.
Universitas yang masih muda dan belum maju itu merupakan afiliasi, anggota, atau cabang dari universitas yang sudah maju dan modern.
Asosiasi (association) adalah 'organisasi atau kumpulan orang yang memiliki satu tujuan yang sama (biasanya) yang bertujuan positif'.
Kata asosiasi biasanya digunakan untuk menyatakan hubungan bagi organisasi yang berbadan hukum.
Aktivitas atau aktifitas
Bentuk aktivitas dan aktifitas tidak akan tampak perbedaannya bila dilafalkan. Namun, bila kedua bentuk tersebut terdapat dalam tulisan , kita akan dapat melihat perbedaannya.
Bentuk aktivitas ditulis dengan menggunakan huruf "v", sedangkan aktifitas menggunakan huruf "f". Sebagai penutur bahasa yang cermat, tentu saja kita akan bertanya manakah di antara kedua bentuk tersebut yang benar. Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus mengingat kembali kaidah tentang penyerapan kata asing.
Dalam bahasa Indonesia kata asing diserap dalam bentuk kata dasar ataupun kata berimbuhan. Imbuhan asing, seperti akhiran –ization dan –ity, tidak diserap secara lepas dari kata dasarnya. Dengan kata lain, imbuhan asing diserap bersama kata dasarnya. Berikut ini contohnya. Kata active diserap menjadi aktif, sedangkan kata berimbuhan activity diserap menjadi aktivitas. Sesuai dengan kaidah, kata yang berakhiran –ity diserap menjadi –itas, seperti university dan reality menjadi universitas dan realitas.
Mengapa timbul bentuk aktifitas? Bentuk ini timbul karena sebagian orang beranggapan bahwa kata aktifitas berasal dari kata dasar aktif diberi akhiran –itas. Padahal, akhiran –itas tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia. Jadi, bentuk yang benar adalah aktivitas. Tipe yang sama dapat kita jumpai pada kata efektif dan efektivitas.
RELAWAN atau SUKARELAWAN
Dalam bahasa Indonesia imbuhan –wan berasal dari bahasa Sanskerta. Penggunaan akhiran itu digunakan bersama kata benda, seperti bangsawan ‘orang yang memiliki bangsa’, hartawan ‘orang yang memiliki harta’, dan rupawan ‘orang yang memiliki rupa yang elok’.
Dalam perkembangannya, arti –wan meluas. Hal itu ditemukan pada kata
ilmuwan ‘orang yang ahli dalam bidang ilmu tertentu’, negarawan ‘orang yang ahli dalam bidang ilmu negara’, dan fisikawan ‘orang yang ahli dalam bidang fisika’. Jadi, -wan dalam contoh itu berarti orang yang ahli dalam bidang yang disebutkan pada kata dasarnya.
Pada kata seperti olahragawan, peragawan, dan usahawan, imbuhan –wan berarti ‘orang yang berprofesi dalam bidang yang disebutkan pada kata dasarnya’. Jadi, olahragawan berarti ‘orang yang berprofesi dalam bidang olahraga’, peragawan ‘orang yang berprofesi dalam bidang peragaan’ , dan usahawan ‘orang yang berprofesi dalam bidang usaha (tertentu).
Berdasarkan contoh tersebut, imbuhan –wan tidak pernah melekat pada kata kerja, seperti pada kata rela. Oleh karena itu, kata yang benar adalah sukarelawan yang berarti ‘orang yang dengan sukacita melakukan sesuatu tanpa rasa terpaksa’.
SAPTAPESONA atau SAPTA PESONA
Dalam bahasa Indonesia ada jenis kata yang diserap dari bahasa Sanskerta. Salah satu di antaranya ialah kata bilangan, seperti eka, dwi, catur, panca, sapta, dan dasa, yang bermakna ‘satu’, ‘dua’, ‘tiga’, ‘empat’, ‘lima’, ‘tujuh’, dan ‘sepuluh’.
Kata bilangan yang diserap dari bahasa Sansekerta dalam bahasa Indonesia merupakan unsur terikat, yaitu unsur yang hanya dapat digabung dengan unsur lain. Sebagai unsur terikat, penulisan kata bilangan yang berasal dari bahasa Sansekerta diserangkaikan dengan unsur yang menyertainya. Dengan demikian, sapta- dituliskan serangkai dengan unsur yang menyertainya, misalnya pesona, sehingga menjadi saptapesona, bukan ditulis terpisah sapta pesona. Contoh lain adalah ekabahasa, dwiwungsi, caturdarma, pancakrida, saptamarga, dan dasasila, bukan eka bahasa, dwi wungsi, catur darma, panca krida, sapta marga, dan dasa sila. Selain itu, beberapa unsur lain yang berasal dari bahasa Sansekerta, seperti adi-, manca-, swa-, dan nara-, dalan bahasa Indonesia juga merupakan unsur terikat. Sebagai unsur terikat, penulisannya juga diserangkaikan dengan unsur lain yang menyertainya. Misalnya, adikuasa, mancanegara, swasembada, dan narasumber, bukan adi kuasa, manca negara, swa sembada, dan nara sumber.

JADWAL atau JADUAL
Penggunaan kata jadwal yang dituliskan menjadi jadual, seperti jadual
penerbangan dan jadual pelajaran, tidaklah benar. Kata jadual
dengan (u) hendaknya dituliskan dengan jadwal (w) karena di dalam bahasa
asalnya, bahasa Arab, kata itu dituliskan dengan
. Huruf pada kata itu diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi w,
bukan u. Dengan demikian, penulisan yang benar jadwal, bukan
jadual. Begitu pula, gabungan kata yang penulisannya benar adalah
jadwal penerbangan dan jadwal pelajaran, bukan jadual
penerbangan dan jadual pelajaran. Contoh lain, takwa dan fatwa,
bukan takua dan fatua.
Penulisan kata jadual dengan (u) tampaknya beranalogi pada kata kualitas.
Penulisaan kata kualitas memang sudah tepat karena huruf /u/ pada
kata itu memang berasal dari bahasa asalnya, Inggris, quality. Jika ada
penulisan kwalitas, penulisan itu justru tidak benar. Contoh lain adalah kuantitas,
bukan kwantitas.
DIRGAHAYU
Kata dirgahayu diserap dari bahasa Sanskerta
style="mso-bidi-font-style: normal">dirgahayuh; dirgahayusa yang berarti ’berumur panjang’. Kata dirgahayu sering digunakan untuk menyatakan ungkapan selamat berulang tahun. Penggunaan ”Dirgahayu Republik Indonesia Ke-60”, berdasarkan makna dirgahayu, jelas tidak logis. Ketidaklogisan itu terungkap dari penambahan Ke-60 yang pengertiannya belum jelas. Dengan penambahan Ke-60, ada dua pengertian yang terkandung, yakni Ke-60 menerangkan dirgahayu atau Republik Indonesia, baik menerangkan dirgahayu maupun menerangkan Republik Indonesia sama-sama tidak logis.
Ketidaklogisan yang pertama terjadi karena panjang umur dinyatakan dengan Ke-60. Selain itu, ada ketidakjelasan Ke-60 itu, apakah maksudnya Ke-60 tahun atau Ke-60 hari. Ketidaklogisan yang kedua terjadi karena berdasarkan ungkapan itu ada 60 buah Republik Indonesia. Hal itu berarti pula masih ada 59 RI lagi. Tentu saja yang demikian tidak logis karena Republik Indonesia hanya satu, yakni yang kita rayakan itu. Dengan demikian, ungkapan tersebut di samping tidak logis juga termasuk taksa (ambigu).
Hal lain yang perlu dicermati adalah penambahan hari ulang tahun (HUT) setelah dirgahayu. Misalnya, ”Dirgahayu HUT RI Ke-60”. Penambahan itu juga tidak logis. HUT tidak mungkin berumur panjang karena masanya hanya satu hari. Yang dapat kita ucapkan berumur panjang adalah Republik Indonesia atau kemerdekaannya. Jadi, ungkapan yang tepat adalah ”Dirgahayu Republik Indonesia” atau ”Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia”.
Sementara itu, apabila Ke-60 akan digunakan, penempatannya harus tepat. Ada dua pilihannya, yakni Hari Ulang Tahun Ke-60 Republik Indonesia (HUT Ke-60 RI) atau Ulang Tahun Ke-60 Republik Indonesia. Baik contoh pertama maupun contoh kedua menjelaskan unsur HUT atau ulang tahunnya.
Ada satu cara lagi yang dapat digunakan untuk menambahkan Ke-60, yaitu apabila unsur Ke-60 ditempatkan setelah Republik Indonesia (RI). Caranya adalah dengan menambahkan tanda hubung di antara ”Hari Ulang Tahun” dan ”Republik Indonesia”, yakni ”Hari Ulang Tahun-Republik Indonesia Ke-60 (HUT-RI Ke-60)”. Tanda hubung digunakan agar dua unsur HUT dan RI menjadi padu. Penulisan angka 60 boleh juga digunakan dengan angka Romawi, LX, tetapi tanpa diberi awalan ke- karena angka Romawi sudah menyatakan bilangan tingkat.
Selain ungkapan di atas, ada pilihan yang dapat digunakan untuk menyatakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu sebagai berikut:
Dirgahayu Kemerdekaan Kita
Dirgahayu RI
HUT Ke-60 RI
HUT LX RI
Selamat Ulang Tahun Ke-60 Republik Indonesia
Peringatan Ulang Tahun LX Republik Indonesia
Anarkis atau Anarkitis?
Dalam berbahasa, kata anarkis tampaknya lebih banyak digunakan daripada kata anarkistis. Kedua kata itu, sering kali digunakan dalam pengertian yang tertukar. Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut.
Para demonstran diharapkan tidak melakukan tindakan yang anarkis.
Kata anarkis pada kalimat itu tidak tepat. Untuk mengetahui hal itu, kita perlu memahami pengertian kata anarkis.
Kata anarkis anarchist berkelas nomina dan bermakna 'penganjur (penganut) paham anarkis' atau 'orang yang melakukan tindakan anarki'.
Dari pengertian tersebut ternyata kata anarkis bermakna 'pelaku', bukan 'sifat anarki'. Padahal, kata yang diperlukan dalam kalimat tersebut adalah kata sifat untuk melambangkan konsep 'bersifat anarki'.
Dalam hal ini, kata yang menyatakan 'sifat anarki' adalah anarkistis, bukan anarkis.
Kata anarkis sejalan dengan linguis 'ahli bahasa' atau pianis 'pemain piano' sedangkan anarkistis sejalan dengan optimistis 'bersifat optimis' dan pesimistis 'bersifat pesimis'.
Dengan demikian, kata anarkis pada kalimat tersebut lebih baik diganti dengan kata anarkistis sehingga kalimatnya menjadi sebagai berikut.
Para demonstran diharapkan tidak melakukan tindakan yang anarkistis.
Lalu, bagaimanakah penggunaan kata anarkis yang tepat?
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, kata anarkis bermakna 'pelaku', yaitu 'orang yang melakukan tindakan anarki'. Oleh karena itu, penggunaannya yang tepat adalah untuk menyatakan 'pelaku' atau 'orang yang melakukan tindakan anarki'.
Contohnya dapat disimak pada kalimat berikut.
Pemerintah mengingatkan masyarakat agar tidak berlaku sebagai anarkis dalam melakukan unjuk rasa.
Perlu pula diketahui kata anarki bermakna (1) hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau ketertiban';(2)'kekacauan (dalam suatu negara)'.
Anarkisme bermakna 'ajaran (paham) yang menentang setiap kekuatan negara; teori politik yang tidak menyukai adanya pemerintahan dalam undang-undang'.
BAHASA PROKEM
Bahasa prokem adalah bahasa sandi, yang dipakai dan digemari oleh kalangan remaja tertentu.
Bahasa ini konon berasal dari kalangan preman. Bahasa prokem itu digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya selama kurun tertentu. Sarana komunikasi diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Bahasa prokem itu tumbuh dan berkembang sesuai dengan latar belakang sosial budaya pemakainya. Hal itu merupakan perilaku kebahasaan dan bersifat universal.
Kosakata bahasa prokem di Indonesia diambil dari kosakata bahasa yang hidup di lingkungan kelompok remaja tertentu. Pembentukan kata dan maknanya sangat beragam dan bergantung pada kreativitas pemakainya. Bahasa prokem berfungsi sebagai ekspresi rasa kebersamaan para pemakainya. Selain itu, dengan menggunakan bahasa prokem, mereka ingin menyatakan diri sebagai anggota kelompok masyarakat yang berbeda dari kelompok masyarakat yang lain.
Kehadiran bahasa prokem itu dapat dianggap wajar karena sesuai dengan tuntutan perkembangan nurani anak usia remaja. Masa hidupnya terbatas sesuai dengan perkembangan usia remaja. Selain itu, pemakainnya pun terbatas pula di kalangan remaja kelompok usia tertentu dan bersifat tidak resmi. Jika berada di luar lingkungan kelompoknya, bahasa yang digunakannya beralih ke bahasa lain yang berlaku secara umum di lingkungan masyarakat tempat mereka berada. Jadi, kehadirannya di dalam pertumbuhan bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah tidak perlu dirisaukan karena bahasa itu masing-masing akan tumbuh dan berkembang sendiri sesuai dengan fungsi dan keperluannya masing-masing.
Berikut ini beberapa contoh kata bahasa prokem:
bokap ‘bapak’
bonyok ‘bapak dan ibu’
cacing ‘petugas keamanan’
cuek ‘tidak acuh’
doi ‘dia’
doku ‘uang’
hebring ‘sangat hebat’
nglinting ‘mengisap ganja’
Demokrasi, Demokratis, Demokrat, dan Demokratisasi
Indonesia disebut-sebut telah berkembang menuju Negara demokrasi, tetapi ada juga yang mengatakan Indonesia telah berkembang menuju negara demokratis. Mana di antara keduanya yang benar?
Demokrasi (adjektiva) berarti ‘bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah melalui perantaraan wakilnya’, ‘pemerintahan rakyat’. Negara demokrasi adalah Negara yang menganut bentuk dan system pemerintahan oleh rakyat. Demokrasi juga berarti ‘gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan bagi semua warga negara’, misalnya berpaham demokrasi.
Demokratis (adjektiva) berarti ‘bersifat demokrasi’, seperti Negara yang demokratis ‘negara yang bersifat demokrasi’ atau ‘negara yang bersifat mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perlakuan bagi semua warga negara’. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa demokrasi untuk menyatakan ‘bentuk dan system pemerintahan negara’, sedangkan demokratis untuk menyatakan sifat Negara, misalnya bukan feodalistis ataupun bukan kerajaan.
Demokrat (nomina) berarti ‘penganut paham demokrasi’, misalnya Organisasi ini adalah organisasi demokrat sejati. Oleh karena itu, semua anggota mempunyai hak, kewajiban, dan perlakuan yang sama terhadap organisasi.
Demokratisasi semakna dengan pendemokrasian, yakni ‘proses, perbuatan, atau cara mendemokrasikan’.
Di dan Pada
Akhir-akhir ini banyak pengguna bahasa Indonesia yang senang menggunakan ungkapan di malam hari, di awal abad XXI, atau di awal milenium III.
Penggunaan preposisi di pada ungkapan itu menunjukkan kekurangcermatan dalam pemilihan kata. Preposisi di digunakan untuk manandai tempat, baik yang konkret maupun yang abstrak.
Oleh karena itu, preposisi di seharusnya diikuti keterangan tempat. Pada konteks itu pilihan kata yang tepat adalah pada karena diikuti waktu.
Beberapa kalimat berikut menggambarkan penggunaan di secara tepat.
(1) Pusat pemerintahan negara berada di Jakarta.
(2) Di dinding terpampang lukisan Monalisa.
(3) Keuntungan besar sudah terbayang di depan mata.
Elit atau Elite
Banyak orang mengatakan, baik para politisi, penyiar, pejabat maupun masyarakat umum menggunakan kata elite di dalam berbagai kesempatan, tetapi pengucapan kata tersebut beragam. Ada yang mengucapkan /elit/ dan ada pula /elite/.
Dari kedua cara pengucapan itu, mana yang baku?
Kata elite berasal dari bahasa Latin /eligere/ yang berarti 'memilih' dalam bahasa Indonesia kata elite berarti 'orang-orang terbaik atau pilihan dalam suatu kelompok' atau 'kelompok kecil orang-orang terpandang atau berderajat tinggi (kaum bangsawan, cendekiawan, dsb.).
Dalam bahasa latin huruf /e/ pada akhir kata mustinya diucapakan.
Oleh karena itu, kata elite harus diucapakan /elite/, bukan /elit/.
Begitu juga dengan bonafide harus diucapkan /bonafide/, buksn /bonsfid/ atau faksimile harus diucapkan /faksimile/, bukan /faksimil/,/feksimil/ atau /feksemail/.
Hanya dan Saja
Kandungan makna kata hanya dan saja tidak sama atau berbeda. Oleh karena itu, kedua kata tersebut, yaitu hanya dan saja, tidak dapat saling menggantikan posisi dan makna yang sama di dalam sebuah kalimat.
Fungsi kata itu masing-masing di dalam kalimat berbeda. Kata hanya menerangkan kata atau kelompok kata yang mengiringinya, sedangkan kata saja menerangkan kata atau kelompok kata yang mendahuluinya.
Contoh pemakaian kata hanya dan saja yang tepat menurut kaidah bahasa Indonesia
(1) Saya hanya memiliki dua orang anak.
(2) Saya memiliki dua orang anak saja.
(3) Orang itu hanya memikirkan diri sendiri.
(4) Orang itu memikirkan diri sendiri saja.

Jam dan Pukul
Kata jam dan pukul masing-masing mempunyai makna sendiri, yang berbeda satu sama lain. Hanya saja, sering kali pemakaian bahasa kurang cermat dalam menggunakan kedua kata itu, masing-masing sehingga tidak jarang digunakan dengan maksud yang sama.
Kata jam menunjukkan makna 'masa atau jangka waktu', sedangkan kata pukul mengandung pengertian 'saat atau waktu'.
Dengan demikian, jika maksud yang ingin diungkapkan adalah 'waktu atau saat', kata yang tepat digunakan adalah pukul, seperti pada contoh berikut.
Rapat itu akan dimulai pada pukul 10.00
Sebaliknya, jika yang ingin diungkapkan itu 'masa' atau 'jangka waktu', kata yang tepat digunakan adalah jam, seperti pada kalimat contoh berikut.
Kami bekerja selama delapan jam sehari
Selain digunakan untuk menyatakan arti 'masa' atau jangka waktu', kata jam juga berarti 'benda penunjuk waktu' atau 'arloji', seperti pada kata jam dinding atau jam tangan.
Juara dan Pemenang
Adakah perbedaan makna kata juara dan pemenang? Untuk mengetahui jawaban pertanyaan itu, kita perlu mengetahui makna kedua kata itu.
juara
(1) 'orang (regu) yang mendapat kemenangan dalam pertandingan terakhir
(2) 'ahli; terpandai dalam sesuatu (pelajaran dan sebagainya)'
(3) 'pendekar; jagoan'
(4) 'pengatur dan pelerai dalam persabungan ayam'
(5) 'pemimpin peralatan (pesta dan sebagainya)'.
pemenang 'orang (pihak) yang menang'
Kata pemenang dapat dipakai untuk orang yang menang bertanding atau berlomba, tetapi tidak dapat dipakai untuk menyatakan orang terpandai di kelas.
Misalnya, Didi adalah juara I di kelasnya, tetapi tidak pernah dikatakan Didi adalah pemenang I di kelasnya.
Sebaliknya, kata juara dipakai untuk orang atau regu yang menang bertanding atau berlomba ataupun orang terhebat dalam sesuatu (pelajaran dan sebagainya).
Namun, kata juara tidak dipakai untuk menyebut orang yang memenangi undian. Misalnya, Dia pemenang I undian berhadiah itu, tetapi tidak pernah dikatakan Dia juara pertama undian berhadiah itu.
Kabinet dan Dekret
Kata kabinet diserap dari bahasa Inggris cabinet, yang memiliki banyak makna, yaitu (1)’dewan pemerintah yang terdiri atas para menteri’, (2) ’kantor tempat bekerja presiden dan para menteri’.
Kata kabinet dalam makna yang kedua hampir tidak pernah digunakan di Indonesia karena para menteri berkantor di kementeriannya masing-masing.
Akan tetapi, kita tahu bahwa ada ruang rapat kabinet. Kabinet juga berarti ’lemari kecil tempat menyimpan surat-surat (dokumen dan sebagainya)’. Laci mesin ketik atau mesin jahit dan sebagainya’. Meja setengah kabinet berarti ’meja yang setengah badannya berbentuk lemari (memiliki ruang dan pintu) digunakan untuk tempat menyimpan surat dan sebagainya’.
Filling cabinet atau lemari penyimpanan ialah ’lemari yang digunakan untuk menyimpan surat-surat atau (kertas) dokumen’.
Dekret (bukan dekrit) berarti ’keputusan’ atau ’surat ketetapan yng dikeluarkan oleh presiden, raja, atau kepala negara’ (biasanya berkaitan dengan keputusan politik.
Kata dekret diserap dari decreten (Belanda). Dapat dipastikan bahwa dekret tidak diserap dari bahasa Inggris karena ejaannya di dalam bahasa Inggris decree. Sejalan dengan dekret terdapat kata konkret, atmosfer, sistem, eksem, ekstrem, apotek, dan kredit, bukan konkrit, atmosfir, sistim, eksim, ekstrim, apotik, dan kridit.

KURBAN dan KORBAN
Kata kurban dan korban berasal dari kata yang sama dari bahasa Arab, yaitu
>qurban ( ). Dalam perkembangannya, kata qurban diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan penyesuaian ejaan dan dengan perkembangan makna, yaitu sebagai berikut: Kurban [ kurban] berarti ‘persembahan kepada Tuhan (seperti kambing, sapi, dan unta yang disembelih pada Lebaran Haji)’ atau ‘pemberian untuk menyatakan kesetiaan atau kebaktian’. Korban [korban] berarti orang atau binatang yang menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya. Contoh penggunaan dalam kalimat: 1) Menjelang Lebaran Haji harga ternak kurban naik. 2) Sebagian korban kecelakaan itu dapat diselamatkan
MAJALAH HORISON
Majalah Horison adalah majalah khusus sastra di Indonesia. Majalah itu pertama kali terbit bulan Juli 1966 di Jakarta. Sampai saat ini majalah tersebut masih terbit.
Pendiri majalah Horison adalah Mochtar Lubis, P.K. Ojong, Zaini, Arief Budiman, dan Taufiq Ismail. Sasaran pembacanya adalah sastrawan, peminat sasatra, dan masyarakat umum. Yang pernah menjadi redaktur dalam majalah itu, antara lain, Mochtar Lubis, H.B. Jassin, Zaini, Taufiq Ismail, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Sanento Yuliman, Arwah Setiawan, Ali Audah Fuad Hassan, M.T. Zen, P.K. Ojong, Umar Kayam, dan D.S. Moeljanto. Sampai sekarang salah satu dari mereka, Taufiq Ismail, aktif mengendalikan majalah Horison.Majalah Horison dalam kegiatannya, antara lain, memberikan hadiah karangan terbaik guna memajukan kehidupan sastra di Indonesia. Film remaja “Ada Apa dengan Cinta” pernah mendapat hadiah dari majalah Horisoni (2002) karena film itu mampu mendorong para siswa membaca karya sastra (puisi).Sejak bulan November 1996, majalah Horison menambah ruang apresiasi sastra bagi siswa SMU, madrasah aliah, dan pesantren, yang diberi nama Kakilangit. Ruang apresiasi itu berbentuk suplemen atau sisipan dengan jumlah halaman lebih banyak daripada jumlah halaman isi majalah. Selain itu, sejak tahun 1999, majalah Horison juga menampilkan lembaran Mastera setiap tiga bulan sekali yang memuat karya sastra pilihan dari tiga negara ASEAN.Alamat : Jalan Galur Sari II Nomor 54 Utan Kayu Selatan Jakarta 13120
Telepon : (021) 85903045Faksimile : (021) 8583437Pos-el : kklangit@indosat.net.id
Mengapa standardisasi, bukan standarisasi?
Dalam komunikasi sehari-hari, baik lisan maupun tulis, kita sering menemukan penggunaan bentuk kata standarisasi di samping kata standar.
Penggunaan bentuk tersebut terjadi karena sebagian orang menganggap bahwa dalam bahasa Indonesia ada kata standar yang dapat dibentuk menjadi standarisasi setelah ditambah akhiran –isasi. Anggapan seperti itu menimbulkan pertanyaan apakah dalam bahasa Indonesia ada akhiran –isasi. Jawabannya adalah tidak ada. Akhiran –isasi, dari bahasa Inggris –ization, masuk ke dalam bahasa Indonesia bersama dengan kata dasarnya. Perhatikan contoh penyerapan berikut ini.
Organization menjadi organisasi
Mobilization menjadi mobilisasi
Jadi, kata organisasi berasal dari bahasa Inggris organization, bukan dari kata dasar organ ditambah akhiran –isasi dan kata mobilisasi berasal dari mobilization, bukan dari kata dasar mobil ditambah akhiran –isasi meskipun kita tahu kata organ dan mobil ada dalam khazanah kata bahasa kita.
Dari kedua contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk standarisasi tidak benar. Bentuk yang benar adalah standardisasi karena bentuk tersebut diserap dari bahasa Inggris standardization. Sementara itu, kata standard diserap menjadi standar. Jadi, kedua bentuk itu, standar dan standardisasi sama-sama diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Mengkritik atau Mengkritisi?
Dalam berbagai wawancara kita sering mendengar orang mengatakan mengkritisi, seperti dalam kalimat Kita harus tetap mau mengkritisi pemerintah agar kinerja bertambah baik. Betulkah pemakaian kata mengkritisi itu?
Kritik (nomina) dan critics (Inggris) dapat diturunkan menjadi verba mengkritik, yang berarti ‘melakukan kritik’ atau ‘memberikan kritik’ (Inggris: to criticize atau to give critical opinion). Mengkritisi merupakan bentuk yang salah karena seharusnya mengkritik, yang berasal dari meng- + kritik, seperti juga meng- + gunting dan men- + cangkul. Walaupun kritik, gunting, dan cangkul berkelas nomina, menggunting, mengkritik, dan mencangkul berkelas verba.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditemukan kata kritisi dan kritikus, tetapi nomina itu tidak dibentuk menjadi verba. Jadi, bentuk yang benar adalah meng + kritik (pangkal verba) mengkritik. Bukankah kita juga tidak mengatakan mempolitisi, mengakademisi, dan memusisi, tetapi mempolitik (kan), mengakademikan, dan memusik (kan).
Dalam berbagai wawancara kita sering mendengar orang mengatakan mengkritisi, seperti dalam kalimat Kita harus tetap mau mengkritisi pemerintah agar kinerja bertambah baik. Betulkah pemakaian kata mengkritisi itu?
Kritik (nomina) dan critics (Inggris) dapat diturunkan menjadi verba mengkritik, yang berarti ‘melakukan kritik’ atau ‘memberikan kritik’ (Inggris: to criticize atau to give critical opinion). Mengkritisi merupakan bentuk yang salah karena seharusnya mengkritik, yang berasal dari meng- + kritik, seperti juga meng- + gunting dan men- + cangkul. Walaupun kritik, gunting, dan cangkul berkelas nomina, menggunting, mengkritik, dan mencangkul berkelas verba.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditemukan kata kritisi dan kritikus, tetapi nomina itu tidak dibentuk menjadi verba. Jadi, bentuk yang benar adalah meng + kritik (pangkal verba) mengkritik. Bukankah kita juga tidak mengatakan mempolitisi, mengakademisi, dan memusisi, tetapi mempolitik (kan), mengakademikan, dan memusik (kan).
Menyolok atau Mencolok?
Kata menyolok dan mencolok sama-sama sering digunakan oleh pemakai bahasa Indonesia. Meskipun demikian, di antara keduanyahanya satu bentukan yang sesuai dengan kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia.
Untuk mengetahui bentukan kata yang benar, kita perlu mengetahui kata dasar dari bentukan itu. Untuk itu, kita dapat memeriksanya di dalam kamus.
Dalam kamus bahasa Indonesia, terutama Kamus Besar Bahasa Indonesia, ternyata hanya ada kata dasar colok. Tampaknya, perbedaan bentukan kata itu timbul karena adanya perbedaan pemahaman mengenai proses terjadinya bentukan kata itu.
Sesuai dengan kaidah, kata dasar yang berawal dengan fonem /c/, jika mendapat imbuhan me-, bentukannya menjadi mencolok, bukan menyolok, karena fonem /c/ pada awal kata dasar tidak luluh.
Dengan demikian, dalam bahasa Indonesia bentuk kata yang baku adalah mencolok bukan menyolok.
NAMA INDONESIA
Kata Indonesia pertama dilontarkan oleh George Samuel Earl, bangsa Inggris, untuk menamai gugusan pulau di Lautan Hindia. Namun, para ilmuwan Eropa menyebutnya dengan Melayunesia. J.R. Logan, bangsa Inggris, dalam majalah Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (Volume IV, 1850:24) menyebut gagasan pulau di Lutan Hindia dengan Indonesian.
Kemudian, Adolf Bastian , bangsa Jerman, dalam bukunya Indonesian Order die Inseen des Malaysichien Archipel menggunakan kata Indonesia untuk menyebut nama kepulauan yang bertebaran di lautan Hindia tersebut. Kata Indonesia itu, kemudian dalam perjalanana sejarahnya menjadi nama sebuah negara dan banhgsa di Kepulauan Nusantara yang terletak di kawasan Asia Tenggara
Nominator dan Nomine
Dalam setiap perlombaan atau festival hampir selalu ada beberapa orang yang diunggulkan untuk dicalonkan sebagai pemenang. Orang atau sesuatu yang dicalonkan sebagai pemenang itu sering disebut nominator.
Kata nominator berasal dari kata kerja nominate (Inggris), berarti 'mengusulkan atau mengangkat (seseorang) sebagai calon pemenang atau penerima hadiah', dan nominator berarti 'orang yang mengusulkan calon pemenang'.
Oleh karena itu, penggunaan kata nominator untuk menyatakan makna 'calon yang diunggulkan sebagai pemenang' tidak tepat.
Untuk menyatakan 'orang yang dicalonkan atau yang diunggulkan sebagai pemenang', lebih tepat digunakan kata nomine , bukan nominator.
Selain itu, kata unggulan juga dapat digunakan untuk mengungkapkan makna itu.
Pemimpin dan Pimpinan
Kata pemimpin dan pimpinan sama-sama merupakan kata baku di dalam bahasa Indonesia. Kedua kata itu dapat digunakan dalam pemakaian bahasa Indonesia dengan makna yang berbeda.
Kata pemimpin mengandung dua makna, yaitu"orang yang memimpin' dan 'petunjuk' atau 'pedoman'. Dari maknanya yang kedua dapat diketahui bahwa buku, misalnya, yang digunakan sebagai petunjuk atau pedoman, selain dapat disebut buku petunjuk atau buku pedoman, juga disebut buku pemimpin.
Kata pimpinan ada hubungannya dengan memimpin. Dalam hal ini, pimpinan merupakan hasil dari proses memimpin.
Kata pimpinan juga mempunyai arti lain, yaitu 'kumpulan para pemimpin'. Dalam pengertian itu, kata pimpinan lazim digunakan dalam ungkapan seperti rapat pimpinan, unsur pimpinan, atau pimpinan unit.
Sejalan dengan itu, akhiran -an pada kata pimpinan bermakna 'kumpulan', yakni 'kumpulan para pemimpin'.
Pemirsa atau Pirsawan
Kata pirsa jika diberi imbuhan pe- menjadi pemirsa. Kata pirsa (berkategori verba) berasal dari bahasa daerah yang berarti 'tahu' atau 'melihat'.
Prefiks pe- (bertalian dengan prefiks verbal me-) di dalam bahasa Indonesia, antara lain, mengandung makna 'orang yang me-' atau 'orang yang melakukan'.
Kata pemirsa, berarti 'orang yang melihat atau mengetahui'. Kata itu kemudian digunakan sebagai istilah di dalam media massa elektronik, khusunya televisi, yang secara khusus diberi makna 'orang yang menonton atau melihat siaran televisi atau penonton televisi'.
Kata pirsawan sebaiknya dihindari sebab kata itu dibentuk dari kata dasar verba pirsa dan imbuhan -wan, yang merupakan bentukan kata yang tidak lazim.
Imbuhan -wan lazim dilekatkan pada kata dasar yang berupa nomina rupa-->rupawan, harta--> hartawan; atau dilekatkan pada adjektiva, seperti setia-->setiawan.
Rakyat dan Masyarakat
Kata rakyat dan masyarakat mempunyai makna yang mirip. Kata rakyat berkaitan dengan sebuah negara, sedangkan kata masyarakat berkenaan dengan kelompok sosial yang tinggal di suatu wilayah negara.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata rakyat berarti 'segenap penduduk suatu negara, sedangkan masyarakat berarti 'sejumlah manusia yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama'.
Di dalam bahasa Inggris kata rakyat maknanya sama dengan kata people dan di dalam bahasa Belanda disamakan maknanya dengan kata volks
Padanan kata masyarakat di dalam bahasa Inggris adalah community
Makna kata itu berkaitan dengan adat-istiadat dan budaya yang sama, seperti dalam ungkapan masyarakat desa, yaitu kelompok sosial yang terikat oleh kesamaan tatanan dan tradisi serta pola hidup yang berlaku di lingkungan pedesaan.
RAWAT INAP atau RAWAT NGINAP
Kelompok kata rawat nginap yang sering ditemukan di rumah sakit digunakan
untuk menyebutkan keadaan pasien yang tengah menjalani perawatan. Namun,
di samping itu, ada pula yang menggunakan rawat inap.
Manakah yang benar?
Bentuk
gabungan kata yang digunakan sebagai istilah lazimnya bentuk yang paling ringkas,
seperti ruang pamer, jam kerja, unjuk rasa, dan jalan layang.
Jika bentuk imbuhan harus digunakan untuk mengungkapkan konsep yang dituangkan
dengan bentuk dasar, imbuhan yang digunakan harus sesuai dengan imbuhan yang
dikenal dalam bahasa Indonesia, seperti perseroan terbatas, deposito berjangka, dan
massa mengambang. Bentuk dasar kata itu, yang lebih ringkas adalah sero batas,
deposito jangka, dan massa kambang, tidak digunakan karena tidak mengungkapkan gagasan yang dimaksud
secara tepat.
Bentuk nginap
pada kelompok kata rawat nginap bukan bentuk dasar dan bukan pula bentuk
berimbuhan yang lengkap. Bentuk dasar yang sebenarnya adalah inap
dan bentuk berimbuhan dengan meng- adalah menginap. Dalam hal itu
bentuk dasar yang lebih ringkas dapat digunakan tanpa mengurangi ketepatan makna.
Dengan demikian, bentuk yang tepat adalah rawat inap, bukan rawat
nginap.
Suka dan Sering
Di dalam bahasa cakapan kita sering mendengar orang mengucapkan kata suka alih-alih kata sering, seperti pada kalimat berikut.
1. Saya suka/sering lupa waktu kalau lagi asyik bekerja.
Pada kalimat itu, baik suka maupun sering, dapat digunakan bergantian karena dalam bahasa cakapan salah satu makna kata suka ialah 'sering'.
Dalam bahasa resmi, pemakaian kedua kata itu harus dibedakan dengan cermat sebab makna keduanya memeng berbeda. Pada contoh berikut suka tidak dapat digantikan oleh sering karena sering berarti 'acapkali' atau 'kerapkali'.
2. a. Dia adalah teman dalam suka dan duka.
b. Saya suka akan tindakannya.
c. Ambillah kalau Anda suka.
d. Jarang sekali ada ibu yang tidak suka akan anaknya.
Pada contoh (2a) itu kata suka bermakna 'girang', 'riang', atau 'senang'; pada (2b) berarti 'senang'; pada (2c) berarti 'mau', 'sudi', atau 'setuju';pada (2d) berarti 'sayang'.
Termohon dan Pemohon
Ada sementara orang yang mempertanyakan arti kata termohon. Mereka beranggapan bahwa kata tersebut berarti 'tidak sengaja dimohon'.
Awalan ter- memang memiliki arti, (1) 'tidak sengaja' seperti pada kata tertidur atau terbawa dan (2) 'paling' seperti pada kata terpandai atau terjauh.
Itulah sebabnya, kata termohon sering diartikan 'tidak sengaja dimohon'. Padahal, arti awalan ter- tidak hanya itu. Arti awalan ter- yang lain adalah 'dapat di-' atau 'dalam keadaan di-' seperti dalam kalimat berikut.
Masalah itu teratasi saat petugas keamanan datang di lokasi kejadian.
Kata teratasi pada kalimat diatas berarti 'dapat diatasi'
Bagaimana dengan kata termohon? Awalan ter- pada kata termohon sama artinya dengan awalan di-. Jadi, termohon berarti 'orang yang dimohoni'. atau 'orang yang dimintai permohonan'
Dalam bidang hukum yang dimohon itu ialah 'pemulihan nama baik'.
Istilah termohon digunakan, misalnya, dalam kasus praperadilan. Seseorang yang merasa diperlakukan tidak adil oleh lembaga, misalnya kepolisian, dapat mempraperadilkan lembaga tersebut.
Dalam hubungan itu, pihak kepolisian disebut sebagai pihak termohon, sedangkan pihak yang mempraperadilkan disebut pemohon.
Dalam kasus perkara pidana pihak ap[arat penegak hukum, termasuk kepolisian, biasa menjadi pihak yang bertindak aktif untuk mengumpulkan bukti yang diperlukan.
Namun, dalam hubungannya dengan istilah termohon, pihak aparat hukum, dalam hal ini kepolisian menjadi pihak yang tidak aktif bertindak atau tidak proaktif.
Hal itu terjadi karena yang berinisiatif adalah pihak pemohon, bukan termohon. Dalam hal itu, kjata pemohon berarti 'pihak/orang yang memohon'
WIB atau BBWI?
Sejalan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1987, wilayah waktu di Indonesia dibagi menjadi tiga yang masing-masing dikenal oleh masyarakat dengan singkatan WIB, Wita dan WIT. Bentuk kepanjangannya masing-masing adalah Waktu Indonesia Barat, Waktu Indonesia Tengah, dan Waktu Indonesia Timur. Pada ungkapan itu kata barat, tengah, dan timur menerangkan kelompok kata waktu Indonesia dan bukan hanya menerangkan kata Indonesia. Dengan demikian, harus ditafsirkan bahwa yang dibagi adalah wilayah waktu, bukan wilayah (pemerintahan) Indonesia menjadi Indonesia Barat, Indonesia Tengah, ataupun Indonesia Timur.
Dalam penggunaannya di masyarakat muncul singkatan BBWI, alih-alih WIB. Ada yang menyebutkan kepanjangannya (a) Bagian Barat Wilayah Indonesia dan ada pula yang menyebutkan (b) Bagian Barat Waktu Indonesia. Kepanjangan (a) tidak mengacu ke wilayah waktu. Selain itu, Bagian Barat Wilayah Indonesia dapat ditafsirkan ‘daerah yang terletak di sebelah barat di luar wilayah Indonesia’ karena dalam urutan kata seperti itu kelompok kata bagian barat diterangkan oleh kelompok kata wilayah Indonesia. Kepanjangan (b) lebih kacau lagi tafsirannya karena kelompok kata bagian barat yang diterangkan oleh kelompok kata waktu Indonesia sulit dipahami maknanya. Dalam hal itu terjadi pembalikan urutan diterangkan-menerangkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pusat Bahasa menganjurkan agar masyarakat pemakai bahasa Indonesia untuk tetap menggunakan ungkapan yang lazim dan benar menurut kaidah bahasa Indonesia. Dengan demikian, di dalam hal pembagian (wilayah) waktu di Indonesia, penggunaan singkatan yang benar adalah WIB (bukan BBWI).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar