Jumat, 18 September 2009

Bung Karno Turut mendukung pemasalan Tari Pendet

Polemik berita perihal klaim tari pendet oleh Malaysia terjadi lagi beberapa hari terakhir ini. Warga Indonesia di situs jejaring sosial, seperti Twitter
dan Facebook, berusaha ”memagari” tari itu sebagai tarian Tanah Air, khususnya Bali. Seniman Bali pun mendesak pemerintah segera mengajukan nota protes
kepada Pemerintah Malaysia yang kekurangan identitas itu.

”Pemerintah jangan abai lagi. Selain menginventarisasi produk kebudayaan Nusantara yang begitu kaya ini, pemerintah harus tanggap dengan aneka pengakuan
atau klaim sepihak oleh pihak lain atas produk-produk kebudayaan kita,” kata Ida Ayu Agung Mas, tokoh masyarakat di Bali yang juga anggota Dewan Perwakilan
Daerah dari Bali itu, Sabtu (22/8). Ia merujuk kasus-kasus sebelumnya yang menimpa aneka produk kebudayaan, seperti batik, lagu ”Rasa Sayange”, dan reog
Ponorogo. Akan tetapi, Manohara kok disia-siakan?

Dua penari cilik dan seorang penari setengah baya menunjukkan aneka gerakan tari pendet di taman Taman Budaya Bali, kemarin. Turut mendampingi Dayu Mas,
demikian Ida Ayu Mas biasa dipanggil, sejumlah seniman Bali. Salah satunya adalah seniman yang juga pengajar ISI Denpasar, Prof Wayan Dibia. Mereka mengaku
gerah karena tari pendet ikut ditampilkan di iklan program Visit Malaysia 2009 itu.

Dayu Mas menyatakan, dirinya akan mendesak DPD segera mengajukan nota protes ke Malaysia melalui Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. ”Nota protes langsung
dikirim via e-mail ataupun faksimile Sabtu ini. Paling tidak, Senin nanti langsung akan ditindaklanjuti secara langsung ke Kedubes Malaysia,” kata Dayu
Mas.

Dibia menyatakan, tari pendet adalah kesenian tradisional yang telah menjadi bagian dari tradisi budaya Hindu-Bali sejak ratusan tahun yang lalu. Pada awalnya
tarian ini hanya dikenal sebagai tarian religius yang disajikan dalam upacara keagamaan yang berfungsi sebagai tari wali dalam upacara piodalan (Dewa Yadnya)
di pura-pura. Tarian biasanya disajikan dalam bentuk berpasangan atau kelompok oleh penari perempuan (anak-anak, remaja, dewasa). Setiap penari membawa
mangkok perak (bokor) berisi bunga warna-warni. Pada akhir tarian, para penari menaburkan bunga ke arah penonton, sebagai ungkapan dan ucapan selamat datang.
”Baru pada awal tahun 1950-an, sejumlah koreografer Bali menggubah tari pendet untuk penyambutan wisatawan, disebut Tari Pendet Puja Astuti. Tari pendet
itu dapat dikatakan sebagai tari penyambutan tertua di Bali,” kata Dibia.

Tradisi Memendet, menarikan tari pendet, sudah sejak lama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan spiritual masyarakat Hindu di Bali. Hingga
kini tarian pendet masih tetap disucikan di Bali dan menjadi salah satu sumber inspirasi bagi penciptaan tari-tarian baru. Di beberapa daerah di Bali juga
di kenal tari baris pendet, satu varian tari baris (kelompok) yang dibawakan oleh penari laki-laki.

Salah satu tonggak bersejarah tari pendet adalah penciptaan tari pendet massal tahun 1962 oleh I Wayan Beratha dan kawan-kawan dengan jumlah penari sekitar
800 orang. Tarian itu dipersiapkan untuk upacara pembukaan Asian Games di Jakarta. Presiden Soekarno ketika itu ikut mendorong proses penciptaan tari pendet
massal ini. Di masa-masa selanjutnya, publik pun semakin mengenal tari pendet adalah identik dengan tari selamat datang yang menampilkan dara-dara ayu
berbusana adat Bali.

sumber: kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar